Pages

Friday, June 17, 2011

Bromo - Sempu (dari gunung turun ke pantai) Part 1

"view khas gunung bromo yang selalu mengepulkan asap tebal dihiasi oleh background gunung semeru dengan puncak nya yang menembus awan" (arfansah, 2010)

Gunung Bromo merupakan sebuah nama yang pastinya hampir semua orang sudah pernah dengar. Ketenaran gunung ini pun sudah mendunia dan harum nama nya di kalangan para backpacker dunia. Lautan kabut pada pagi hari dengan kepulan asap yang senantiasa keluar dari moncong nya ditambah dengan latar belakang gunung legendaris Semeru merupakan sebuah pemandangan yang ajaib dan wajib dilihat secara langsung.

Berikut merupakan catatan perjalanan seorang pendaki bodoh beserta 2 ekor jejaka kurang kerjaan ke gunung bromo dengan gaya seorang backpacker kere (udah backpacking...kere pula) yang kemudian akan dilanjutkan dengan perjalaan ke pulau sempu "a hidden paradise in south java"



Kereta ekonomi = Toko serba ada
Tarif kereta api ekonomi matarmaja jurusan pasar Senen (Jakarta) - Malang adalah sebesar Rp51000 plus dapet nomer bangku so kaga perlu pake acara rebutan bangku pas masuk kereta :D . Stasiun pasar senen saat itu terasa lenggang dan nyaman banget. saya bahkan sempet molor di ruang tunggu stasiun sambil menunggu jejaka 1 ekor yang dr UI.

Aliran iler yang menetes tidak sengaja membangunkan saya dari tidur di ruang tunggu stasiun dan ternyata rekan perjalanan saya tsb sudah miskol dari beberapa menit yang lalu :p . Setelah berkenalan dengan rekan perjalanan saya tersebut yang kita sebut saja ADI ( nama sebenarnya :p ), kita pun langsung ngesot masuk ke dalam kereta. Melakukan perjalanan jauh menggunakan kereta api ekonomi pada hari kerja ternyata menyenangkan juga. Di dalam kereta akhirnya kami berkenalan dengan 2 orang anak Malang yang mau pulang kampung. 1 orang memang abis jalan-jalan di jakarta dan 1 orang lagi terpaksa kembali ke malang setelah menjadi korban pencopetan di Ibu Kota.

Kereta api ekonomi yang kami naiki waktu itu bisa dibilang nyaman untuk ukuran kereta ekonomi di negara ini..hehehe. Tidak terlihat desakan penumpang di dalam gerbong, pokoknya nyaman deh. Setiap saat para pedagang lewat di koridor kereta api untuk menjajakan dagangan nya. Kalau haus tinggal panggil pedagang yang jual mijon ( ejaan pedagang kaki lima untuk produk minuman Mizone ), anda ngantuk?? tinggal panggil pedagang kopi maka dalam hitungan menit kopi tubruk panas sudah tersedia. bagaimana kalau lapar??pedagang makanan mulai dari pecel, pop mie, nasi kuning bahkan sampe nasi goreng  hilir mudik setiap saat. Akan tetapi khusus untuk makanan, saya sangat tidak menyarankan buat beli makanan ketika kereta belum melewati cirebon kecuali anda adalah seorang mutan yang memiliki 4 perut seperti sapi :p.

Welcome to Malang
Apakah anda pernah merasakan kenyamanan ketika menggunakan kereta api kelas ekonomi di negara ini?jawaban saya adalah pernah. Hari itu benar-benar hari yang menyenangkan bagi saya. KA Matarmaja yang kami naiki benar-benar nyaman dan hebatnya lagi antara percaya atau tidak, kereta api ini berhasil sampe ke kota Malang tepat waktu. KA Matarmaja akhirnya merapat di stasiun baru kota Malang sekitar pukul 08.00. Sambil menunggu 1 ekor jejaka lagi yang memang telah berada di suatu tempat di sudut kota ini, kita pun bersih-bersih di toilet stasiun. Toilet disini benar-benar bersih dan air nya layak untuk dipakai mandi (dijamin tidak gatal-gatal sehabis mandi ).

3 idiots go to Bromo
Untuk menuju desa cemoro lawang dari kota malang, kami perlu mampir dulu ke kota Probolinggo. Dari depan stasiun kota Malang langsung aja ambil angkot yang menuju ke terminal Arjosari (Rp2500). Terminal Arjosari sangat tertib dan teratur dan sama sekali tidak ada kesan angker (tidak seperti terminal-terminal di Jakarta yang dipenuhi calo yg berwajah beringas). Sesampainya di terminal, kami pun celingak-celinguk cari bus ekonomi yang pokoknya melewati Probolinggo dan akan berangkat menit itu juga demi mengejar jumatan di Probolinggo.

Celingak-celinguk n tanya sana tanya sini (wah..terminal nya aman dari calo) akhirnya kami masuk ke bus ekonomi jurusan Malang-Jember yang kata si Om Kondekturnya akan segera berangkat. Si Om Kondektur ternyata ga bohong, selang beberapa menit kemudian bus pun meluncur keluar terminal dan akhirnya duid sebesar Rp15000 per orang pun meluncur menuju kantong si Kondektur.

Khatib sudah naik mimbar ketika kita akhirnya tiba di terminal bus kota Probolinggo (saya lupa nama terminal nya hehehehe). Untung ada mesjid di dekat terminal, tanpa pikir panjang 3 ekor jejaka ini pun ngacir ke mesjid terdekat karena Om Khatib nampaknya udah capek dengan Khotbah nya.

3 ekor jejaka yang sudah selesai Jum'atan ini pun segera bergegas pergi menuju pangkalan angkutan umum yang biasa membawa penumpang ke desa cemoro lawang. Angkutan yang akan membawa kami menuju cemoro lawang adalah mobil jenis elf. Tarif untuk menuju desa cemoro lawang dengan menggunakan angkutan ini adalah Rp25000. Tarif yang masuk akal menurut saya karena jarak desa cemoro lawang dari Probolinggo cukup jauh dan hanya Elf inilah angkutan umum satu-satu nya yang melayani penumpang yang akan ke desa Cemoro Lawang (angkutan ini hanya ada sampai pukul 4 sore setiap harinya). Ternyata angkutan ini memiliki aturan tersendiri tentang kapan angkutan ini akan berangkat, mobil Elf ini akan berangkat jika dan hanya jika penumpang mobil ini sudah penuh. Kami mengira bahwa untuk penuh paling hanya akan memakan waktu 1 jam akan tetapi kenyataan nya sudah lebih dari 2 jam menunggu ternyata hanya baru ada 5 penumpang termasuk saya dan 2 ekor jejaka teman saya itu. Selidik punya selidik ternyata hari itu pengunjung ke Bromo sedang sedikit dikarenakan sudah lewat musim liburan.

Menikmati Bromo ala Backpacker Kere
Sampai pukul 5 sore ternyata tidak ada lagi penumpang yang akan menuju desa Cemoro Lawang. 5 ekor penumpang yang terdiri dari 3 backpacker kere (tim kami) dan sepasang pengantin baru pun sepakat untuk nego ulang dengan supir Elf agar mobil ini bisa berangkat ke desa cemoro lawang. Akhirnya setelah melalui negosiasi yang tidak berjalan alot, kami pun sepakat membayar 2x lipat (Rp50000) per orang.

Sekitar pukul 7 malam kami pun akhirnya tiba di desa cemoro lawang. Cuaca malam itu cukup cerah berhiaskan bintang-bintang yang bertaburan di langit Bromo. Setelah puas mengisi perut di warung makan, kami pun ngesot ke pos jaga TNBTS untuk mencari informasi tentang tata-cara ngesot ke Bromo. Untuk bisa menikmati sunrise dari gunung pananjakan (dengan view khas gunung Bromo dan Semeru sebagai latar belakang..lihat foto paling atas hehehe) dan mengunjungi Bromo ternyata ada beberapa paket perjalanan yang dapat dipilih. Ada harga ada kualitas tentu nya, paket yang paling nyaman tentunya dengan menyewa jeep yang dikooordinir oleh pihak TNBTS sehingga tidak ada praktek percaloan jeep. Akan tetapi berhubung  kita semua backpacker berkantong kering kerontang maka akhirnya kami memutuskan untuk tidak menyewa jeep dan memutuskan trekking ke puncak gunung pananjakan.

Kami pun mengeluarkan duid sebesar Rp6000/orang untuk dapat mendirikan tenda di camping ground Bromo. Di dekat camping ground terdapat basecampe Bromo dan semua orang yang hendak trekking ke pananjakan diharuskan mendaftarkan dirinya disini. Pengurus basecamp sangat ramah dan melalui penjaga basecamp ini pula akhirnya kita diberi pengarahan dan petunjuk untuk trekking ke pananjakan.

Jalur trekking dan jalur jeep untuk menuju puncak Pananjakan ternyata berbeda. Jalur jeep tentunya lebih landai dan memutar sedangkan jalur trekking lebih terjal yang pada suatu titik akan bertemu juga dengan jalur jeep. Penjaga basecamp benar2 sabar menjelaskan tentang rute jalur trekking kepada 3 orang pendaki bodoh ini. Setelah kami merasa yakin kalau kami tidak akan tersasar, kami pun pamit pada penjaga basecamp untuk kembali ke camping ground karena kami belum mendirikan tenda sementara hari makin malam dan dingin nya menusuk sampai ke tulang (lebay).

Beautiful SunRise
Lelah yang mendera tubuh kami bertiga membuat kami cepat tertidur malam itu, lagipula kami mesti bangun tengah malam untuk mulai trekking ke gunung pananjakan. Bunyi alarm membangunkan kami tengah malam itu. Ada perasaan malas untuk keluar dari sleeping bag karena malam itu udara begitu dingin, akan tetapi hasrat untuk melihat sunrise di puncak pananjakan membuat kami akhirnya dengan malas-malas keluar dari hangat nya sleeeping bag. Sebelum berangkat kita sarapan dulu tentunya dengan menu roti bakar + telor ceplok..nyeuumm..nyeuumm.

Berbekal 2 liter air mineral dan beberapa cemilan, kami pun mulai trekking sekitar pukul 2 pagi. Terima kasih untuk penjaga basecamp yang dengan baik hati memberikan deskripsi jalur pendakian yang sangat jelas, berkat doi lah akhirnya kita tidak mengalami kesulitan yang berarti untuk menemukan jalur pendakian gunung pananjakan.

Dingin nya angin malam tidak terasa di tubuh karena kami terus bergerak..bergerak..dan melangkah menyusuri jalan setapak. Sekitar 30 menit jalan kaki akhirnya jalan mulai menanjak dan tidak beraspal lagi. Mulai dari sini jalur mulai mendaki dan cukup menguras fisik kami. Di tengah jalur pendakian kita mendapati sebuah pos pengamatan yang cukup nyaman dengan atap yang masih bagus. Di pos ini kami pun istirahat sambil menikmati cemilan dan semilir angin gunung. Ternyata azan subuh sudah berkumandang ketika kami masih asik di pos pengamatan ini (asumsi aja denger azan..hehehe), kami pun shalat subuh dulu disini sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan.

Trek mulai dari pos pengamatan ini menuju jalan raya (jalur jeep) lumayan menguras tenaga. Salah seorang jejaka teman kami yang sedang hamil 6 bulan (baca : agak buncit perutnya) tertinggal cukup jauh di belakang.  Di tengah jalur pendakian saya melihat sang mentari mulai pemanasan di ufuk timur..hmm nampaknya kami bakal gagal menikmati sunrise di puncak pananjakan. Kami 2 ekor jejaka yang kebetulan masih perawan dan tidak sedang hamil pun sepakat berhenti di sebuah areal agak terbuka untuk menikmati sunrise sambil menunggu teman kami yang sedang hamil 6 bulan.

View sunrise dari jalur treking gunung pananjakan

Tidak kesampaian sunrise di puncak pananjakan pun tidak mengapa yang penting akhirnya kami dapat menikmati sunrise di jalur trekking pananjakan dengan view awan yang ajaib (ga percaya??liat aja foto di atas). Puas menikmati sunrise, kami pun melanjutkan perjalanan kami menuju jalur jeep. Ternyata jalur jeep berada tidak terlalu jauh dari tempat kami menikmati sunrise. Puncak pananjakan dari simpang jalur jeep dan jalur trekking ini sudah tidak begitu jauh lagi, akan tetapi salah seorang jejaka teman kami yang hamil tsb sudah tidak kuat lagi melanjutkan perjalanan. Demi keamanan sang janin maka akhirnya rekan kami itu naik ojek ke puncak gunung pananjakan. Ketika akhirnya 3 ekor pendaki bodoh ini sampai di puncak pananjakan ternyata puncak pananjakan sudah sepi dari wisatawan dan beberapa toko souvenir malah sudah tutup..kriikkk...kriikkk..kriikkk. Ternyata sampai puncak pananjakan sekitar pukul 7.30 pagi itu sudah telat..hehehehe. Yah walaupun begitu kami tetap mengambil sisi positif, hari itu puncak pananjakan serasa milik kami bertiga...3 ekor pendaki bodoh.


Setelah puas menikmati pemandangan khas gunung Bromo dengan latar belakang gunung semeru yang legendaris itu, kami pun melanjutkan perjalanan kami untuk turun gunung. Saat itu timbul pertanyaan bagaimana untuk dapat menuju gunung bromo dalam tempo yang sesingkat-singkatnya dikarenakan membayangkan turun kembali saja udah capek sedangkan hari sudah semakin siang. Akhirnya diputuskan bahwa kami akan menggunakan jasa ojek untuk menuju gunung Bromo dan kembali ke cemoro lawang. Nego..nego..nego...akhirnya disepakati ongkos ojek Rp100.000 untuk 3 ojek dengan perjanjian lisan bahwa kami akan diantar ke Bromo dan ditunggu sampai kami selesai menikmati keindahan Bromo dan selanjutnya diantar lagi sampai cemoro lawang (ongkos dibayar setelah kami sampai dengan selamat di cemoro lawang).

Pasir Berbisik Bromo
Menurut catatan wikipedia, Bromo berasal dari kata Brahma yang merupakan nama salah satu dewa Hindu. Dengan ketinggian 2329 mdpl, Bromo tentunya bukan termasuk deretan gunung-gunung tinggi di pulau Jawa. Walaupun begitu nama gunung Bromo sangat terkenal seantero Indonesia bahkan dunia. Hal ini dikarenakan pemandangan gunung Bromo yang khas dengan lautan pasirnya (bahasa jawa : Segara Wedi) banyak menarik minat wisatawan baik lokal maupun internasional.

Kami menuju Bromo dari puncak Pananjakan dengan cara menyewa ojek. Pemandangan sepanjang perjalanan turun gunung sungguh indah dengan jalan yang relatif masih bagus (versi Indonesia hehehe). Gunung  Bromo dengan lautan pasirnya yang terkenal itu memang menghadirkan suasana yang berbeda. Desiran angin bercampur dengan pasir membuat seolah-olah pasir tengah berbisik kepada saya tentang cerita indahnya alam Indonesia.

Kami pun akhirnya sampai di areal parkir gunung Bromo yang berisi belasan mobil Jeep yang sedang menunggu klien nya turun gunung dari Bromo. Untuk dapat menuju Bromo kita dapat memilih 2 opsi pilihan yaitu dengan berjalan kaki atau menggunakan jasa sewa kuda. Biaya untuk sewa kuda adalah Rp20.000/kuda plus pemandu. Untuk menghindari praktik percaloan kuda, pihak TNBTS membuat sistem nomer dan pemesanan yang terpusat di 1 loket di dekat areal parkir.

Pilihan untuk sewa kuda sudah barang tentu tidak pernah terlintas di benak kami, bagi kami uang sebesar Rp20.000 itu lebih berharga apabila digunakan untuk makan siang..hehehe. Dengan mengusung semangat anak muda maka kami pun mulai jalan kaki menuju puncak Bromo bersama puluhan wisatawan lain. Ditengah perjalanan ternyata banyak pemilik kuda yang menawarkan jasa untuk menggunakan kudanya dan dengan setengah harga alias cukup dengan Rp10.000...ckckckckckck para pemilik kuda ternyata berfikir lebih baik menurunkan harga sampai setengahnya daripada harus antri nomer lagi di loket pemesanan kuda. Pesan moral disini adalah bagi wisatawan yang mau ke Bromo, lebih baik jalan sedikit terus dapet diskon kuda 50% daripada mesti menunggu giliran nomer kuda yang biasanya kalau sedang banyak pengunjung akan memakan waktu cukup lama.

Di tengah lautan pasir gunung Bromo terdapat sebuah pura yang merupakan peninggalan bersejarah umat Hindu suku Tengger. Pura ini digunakan salah satunya pada setiap upacara kasodo yang merupakan suatu ritual suku Hindu Tengger pada setiap hari ke-14 di bulan Kasodo menurut penanggalan jawa.

Trek gunung Bromo cukup landai dan tidak menguras banyak tenaga. Pemandangan lautan pasir sepanjang pendakian membuat kita seakan-akan sedang tidak berada di Indonesia. Kepulan asap Bromo yang selalu setia keluar dari moncongnya menambah keeksotisan gunung Bromo. Tidak mengherankan kalau gunung ini sampai terkenal ke seluruh Indonesia dan dunia. Klimaks dari perjalanan ke puncak Bromo adalah pada saat kami mencapai suatu tempat dimana kuda sudah tidak bisa mengantar para kliennya lagi karena semua wisatawan/pengunjung mesti menaiki tangga yang akan membawa kita langsung ke puncak Bromo. Dari sini kami harus menapaki tangga dengan kimiringan kira-kira 60 derajat untuk sampai ke puncak Bromo.























No comments:

Post a Comment